Sebuah karya teater lahir dari satu proses pembelajaran yang padu. Karena prinsip teater adalah kerjasama maka belajar teater tidaklah hanya mempelajari elemen-elem yang ada di dalamnya tetapi juga mempelajari kerja pengabungan di antaranya. Satu bidang harus mampu dan mau menghargai bidang lain. Saling berbicara. Berdiskusi.
Teater memiliki sekurang-kurangnya empat unsur penting dalam setiap pementasan, yaitu pertama, lakon atau cerita yang ditampilkan, bisa berwujud sebuah naskah atau skenario tertulis, skenario tak tertulis (dalam teater kerakyatan). Kedua, pemain adalah orang yang membawakan lakon tersebut. Ketiga, sutradara sebagai penata pertunjukan di panggung.
Sebelum masuk dalam inti pembahasan sedikit banyaknya mungkin anda sudah paham tentang teater itu sendiri seperti apa. Nah berbicara masalah, Apasih modal utama pemain teater apa mesti berwajah tampan, cantik atau seperti apa, Seorang pemain teater tidak memerlukan medium lain selain tubuh dan batinnya sendiri. Hal ini membedakan seorang pemain teater dengan seorang pelukis atau seorang pemusik misalnya. Seorang pelukis masih memerlukan medium lain diluar dirinya sendiri, yaitu cat, kuas, objek dan kanvas, atau seorang pemusik dengan alat-alat musiknya akan tetapi seorang pemain teater dituntut untuk menghidupkan dan mengembangkan peran/tokoh/ watak yang mati dari naskah keatas panggung dengan baik.
Tuhan telah memberika tubuh, suara, kosentrasi, imajinasi daya pengamatan atau observasi, emosi dan pikiran dalam setiap tu-buh manusia. Ini tujuh modal dasar yang harus diolah bagi seorang (calon) pemain teater dan dimanfaatkan secara maksimal untuk menghasilkan sebuah karya seni yang gemilang.
Banyak (calon) pemain teater yang mengetahui, mengabai-kan, melupakan bahkan meremehkan tujuh modal dasar yang sudah ada dalam dirinya itu. Kebanyakan dari mereka hanya ingin dapat-kan naskah, dapat peran yang lumayan, hadir di pentas/panggung, mendapatkan tepuk-tangan yang gemuruh dan dua ibu jari dari pe-nonton. Akibatnya bisa diduga, mereka tak menghasilkan apa-apa (kalau ada itupun tidak maksimal).
Secara pribadi saya bukan tidak setuju dengan pernak-pernik artistik(tata busana/kostum, tata rias, tata rambut, tata panggung/de-kor, peralatan adegan/properti, musik, tata cahaya/lampu, dan lain-lain) yang ”wah” dan menyilaukan mata. Semuanya itu hadir diatas pentas/panggung secara sah. Apalagi memang sesuai dengan pemen-tasan. Tetapi, ada satu hal yang lebih penting dan mendapat nilai, porsi dan tempat tertinggi dalam suatu pertunjukan pementasan teater, yaitu Pengadeganan dan akting di atas pentas/panggung. Pengadeganan merupakan tugas dari seorang sutradara yang dibantu dengan staf artistiknya dengan membuat dan mengadakan pernak-pernik artistik. Tetapi, penyutradaraan dan pernak-pernik artistik merupakan pendukung akting/action, bukan sebaliknya.
Pertama : Tubuh
Tubuh yang ideal bagi seorang (calon) pemain teater adalah tubuh yang patuh, taat dan mudah dengan kemauan pemiliknya serta fleksibel. Sesempurna-sempurnanya tubuh manusia pasti memiliki satu dua cacat kecil. Untuk itu, amat penting bagi seorang (calon) pemain teater untuk bisa meneliti kekurangan-kekurangan atau cacat-cacat kecil itu dan berusaha semaksimal mungkin (dengan la-tihan) untuk menghilangkan atau menutupinya, agar tidak menjadi hambatan untuk aktinga yang dilakukan.
Anggota-anggota tubuh seperti tangan, jari-jari, wajah, kaki, mata dan sebagainya merupakan menunjang akting, bukan suatu be-ban yang harus dibuang/disembunyikan karena dianggap menyulit-kan dan mengganggu.
Kedua : Suara
Suara manusia merupakan instrumen yang paling indah dan berkemampuan tidak terbatas. Komukasi penonton dengan seorang (calon) pemain yang merasakan dan menghayati perannya akan ter-jalin apabila (calon) pemain sanggup menggunakan suara sebagai alat pengutaraan dengan baik. Problem suara, yang sering dialami oleh seorang (calon) pemain, seperti iartikulasi tak jelas, suara tak terdengar, berteriak-teriak tegang, monoton, dan lain-lain disebab-kan oleh ketidak manmpuan untuk mempergunakan cara-cara teknis pengucapan (vokal) dengan sempurna dan juga ketidak mampuaan untuk merasa dan menangkap perubahan-perubahan dalam pikiran, perasaan, motivasi-motivasi dan emosi-emosi peran/tokoh/watak yang akan dihidupkan diatas pentas.
Ketiga : Kosentrasi
Siapa saja tahu, bahwa semua bidang dan pekerjaan memer-lukan kosentrasi. Tanpa kosentrasi tidak akan menghasilkan apa-apa. Tetapi harus disadari bahwa tingkat kemampuan setiap orang untuk berkosentrasi tidak sama. Ada yang mampu berkossentrasi hanya pada satu objek pada suatu saat, ada yang mampu ber-kosentrasi kepada beberapa objek pada suatu saat, ada yang mampu bekosentrasi pada waktu singkat dan ada juga yang mampu ber-kosentrasi dalam waktu lama. Yang terakhir itulah yang jadi pilihan terbaik untuk seorang pemain. Salah seorang teoritisi teater terkenal dunia : richard boleslavsky dalam bukunya yang berjudul acting : the six frist lesson mengatakan bahwa, ”pemusatan perhatian atau kosentrasi adalah kesanggupan yang mengijinkan kita untuk meng-arahkan semua kekuatan rohani dan pikiran kearah satu sasaran yang jelas dan melanjutkannya terus-menerus selama kita kehendaki, kadang-kadang untuk suatu jangka waktu yang lama daripada yang dapat kita pikul oleh kekuatan jasmani kita.”
Keempat : Imajinasi
Bemain adalah sebuah seni, maka proses kreatifnya dimulai dan berangkat dari imajinasi. Oleh karena dengan imajinasilah se-seorang (calon) pemain dapat memasukan jiwa, raga dan pikirannya dalam peran/watak/tokoh yang dihadirkan diatas pentas/panggung. Naskah teater (berikut dengan peran-perannya) adalah hasil imaji-nasi dari sipengarang. Seorang (calon) pemain teater harus dapat mengunakan imajinasinya untuk membuat naskah atau peran/tokoh/ watak yang mati untuk dihadirkan diatas pentas/panggung menjadi hidup dan berkembang (menjadi sebuah realitas teater). Seorang pengarang (naskah) teater tidak pernah menjelaskan ”maksud sebe-narnya” dari sebuah ucapan, adegan, pikiran, perasaan, konflik batin sampai dengan klimaks. Semuaya terbungkus dalam jalinan kata-kata. Untuk hal ini imajinasi memagang peranan yang penting dalam mengantar pemain untuk menafsirkan, memahami, menghayati, me-masuki, bersimpati dan merasakan emosi-emosi peran/tokoh/watak (berikut dengan lengkungannya) yang dihadirkan oleh seorang (ca-lon) pemain diatas panggung/pentas. Supaya (calon) pemain dapat mendekatkan diri kepada peran/watak/tokoh yang dimainkanya, ia harus menjadi peserta aktif dalam apa yang di imajinasikannya.
Kelima : Daya Pengamatan atau Observasi
Pengamatan atau observasi terhadap peran/tokoh/watak yang di mainkan seharusnya oleh seorang (calon) pemain.
Mengapa?
Dengan observasi, seorang (calon) pemain dapat lebih mengenal kehidupan manusia disekitarnya beserta denga problema-problema yang ada dan dapat menampilkannya diatas pentas sesuai dengan peran/tokoh/watak dalam naskah yang dimainkanya. Sumber observasi ada dimana-mana di segala tempat dan waktu dia ada. Tinggal bagaimana seorang (calon) pemain melakukan pengamatan atau berobservasi, semakin kayalah dia akan pengetahuan tentang kehidupan dan manusia beserta dengan poblem-problemnya yang ada. Ini amat bermanfaat karena tersimpan dalam memori (ingata-nya).
Keenam : Emosi
Emosi adalah satu hal yang membuat sebuah peran/tokoh/ watak yang mati dalam menjadi hidup di atas pentas. seorang pe-main teater harus memiliki kepekaan emosi yang dikarenakan oleh beberapa sebab atau faktor, seperti: pembawaan sejak lahir, lingku-ngan dimana ia hidup, kedudukan, dan jarang atau atau tidak pernah dilatih emosinya karena kurang kesempatan. Oleh karenanya, amat penting bagi seorang (calon) pemain menyadari sendiri kepekaan emosi mereka dan memiliki banyak kekayaan batin (emosi).
Ada baiknya seseorang (calon) pemain dapat dengan cepat dan dapat mengendalikannya agar sesuai dengan takaran yang di-butuhkan dalam memainkan suatu peran/tokoh/watak.
Memang penonton tidak tahu apa yang dirasakan oleh se-orang (calon) pemain terhadap peran/tokoh/watak yang dimainkan diatas pentas. Penonton hanya tahu apa yang dilakukan dan dikata-kan oleh seorang (calon) pemain tentang peran/tokoh/watk yang dimainkan. Tugas seorang (calon) pemainlah yang menjadikan pe-nonton tahu apa yang dirasakan, dipikirkan, dan dilakukannya diatas panggung.
Pengalaman selama ini menunjukan ketidak mapuan (calon) pemain dalam mengekspresikan dan megeutarakan emosinya diatas panggung dikarenakan kurang terlatihnya tubuh dan suara. Namun, yang sering terjadi adalah pengutaraan dan pengekspresian emosi-emosi cenderung dibuat-buat klise dan tiruan.
Seorang (calon) pemain dalam berakting harus mendapat dorongan emosi yang timbul dari motivasi peran/tokoh/watak yang dimainkan dari dalam (inner action). Bukan dengan tekhnik-tekhnik tubuh dan suara yang akan meyebabkan acting menjadi mekanis (external action).
Bermain teater lebih diarahkan pada kebenaran dan kejuju-ran. Artinya seorang (calon) pemain dalam bermain diatas pentas dapat merasa, berpikir dan bersikap sesuai dengan peran/tokoh/ wataknya.
Apabila (calon) pemain sudah bermain ”dari dalam” (inner action), maka dalam mengutarakan dan mengekspresikannya di-perlukan takaran yang sesuai, jangan sampai berlebihan, karena bisa mengurangi itensitas yang hendak dicapai (oleh pengarang dan sutradara) dalam suatu adegan.
Ketujuh : Pikiran
Kecerdasan untuk dapat menangkap dan menafsirkan kata-kata dalam naskah serta untuk menganalisa peran/tokoh/watak amat dibutuhkan seorang (calon) pemain.
Tetapi tingkat kecerdasan setiap orang berbeda. Bagi yang merasa dirinya kuran, seorang (calon) pemain harus lebih mawas diri. Dia harus segara menutup kekurangannya itu dengan banyak membaca buku, mendengarkan pikiran-pikiran baru, bergaul dengan orang-orang yang pintar dan cerdas dalam bidangnya, sering ber-diskusi, bertukar pikiran, banyak menyaksikan pementasan-pementasan teater dan memberikan ulasan serta kritik (berikut argu-mentasinya) terhadap yang disaksikan.
Ketujuh modal bukan barang jadi. Mereka diolah dan digarap untuk menghasilkansuatu karya yang genilang. Tidak ada metode atau cara lain untuk itu, kecuali berlatih dan berlatih. Untuk berlatih diperlukan kemauan yang keras, disiplin dan serta rasa percaya diri.
Memiliki bakat saja tidak cukup. Anggapan bahwa bakat bisa melicinkan jalan, tidak selalu benar. Masih banyak faktor lain yang perlu mendapat perhatian (dengan latiahan dan penggarapan) guna menunjang bakat tersebut.
Seperti bidang dan pekerjaan lain, bermain teater tidak akan menghasilkan apa-apa (material apalagi kepuasan batin) tanpa pengorbanan dan kesetiaan dari para pelaku-pelakunya.
Selamat Belajar dan Belajar
Sumber : Wikipedia dan beberapa Blog...